Langsung ke konten utama

G.S.S.J. Ratulangi, Gubernur di Pengasingan.


Ratulangi sebagai gubernur terpilih pertama pada masa awal kemerdekaan Indonesia hanya bisa menjabat sebagai gubernur aktif Sulawesi selama tujuh bulan. Sebagai gubernur terpilih, Ratulangi dipaksa menerima kehidupan penjara dan pengasingan pasca ditangkap oleh NICA. Penangkapan yang terlalu dini baginya membuat Ratulangi tidak bisa melakukan banyak gerakan hingga dirinya meninggal jelang beberapa bulan Konfrensi Meja Bundar berlangsung. Meski demikian Ratulangi telah berhasil menularkan semangat nasionalisme dan kemerdekaan bagi rakyat di Papua. Ratulangi melalui manifesto politiknya, mengharamkan Irian terlepas dari Indonesia. Manifesto politiknya tersebut menggaung di telinga Soekarno, hingga menjadi amanat bagi para delegator Indonesia dalam memperjuangan kemerdekaan baik secara de facto dan de jure di hadapan mahkamah internasional di Belanda.

Banyak hal yang telah ditintakan Ratulangi dalam perjalanan mengantar Indonesia ke gerbang kemerdekaannya. Karya-karyanya dapat disaksikan dalam berbagai buku dan tulisan yang tersebar di media cetak pada zamannya. Ratulangi putra Tondano merupakan anak bangsa Indonesia dari Timur yang menjadi agitator politik, pejuang kemerdekaan Indonesia.  

Ratulangi sebagai gubernur Sulawesi memang tidak memiliki banyak waktu untuk mengatur pemerintahan di Sulawesi. Namun, keterbatasan waktu tersebut, tidaklah menghentikan langkahnya untuk memperjuangkan Indonesia dan menyatukan NNG sebagai wilayah NKRI. Selama hidupnya Dr. Ratu Langie senantiasa berjuang untuk kepentingan dan kemuliaan bangsa dan tanah air kita, tidak jarang ia mengenyampingkan kepentingan-kepentaingan pribadi.

Ratulangi sosok nasionalis sejati, mengantar Indonesia ke gerbang kemerdekaan dan terlibat dalam berbagai pertemuan nasional dalam upaya menggagas kemerdekaan Indonesia. Perjuangan Ratulangi dalam memerdekakan dan melepaskan Indonesia dari belenggu kolonialisme dan imrealisme Belanda tidak jarang harus membuatnya terasing dan mengalami kehidupan penjara mengikuti jejak Soekarno. Ia menjadi sosok agitator politik dan nasionalis Indonesia. Pengasingan Ratulangi di Serui, Yapen  selama kurang lebih 2 tahun berhasil memerah-putihkan Serui tanpa pengorbanan darah. Kemampuan inilah yang membuat perjuangan Ratulangi berbeda dengan perjuangan kemerdekaan di daerah lainnya yang sarat perjuangan fisik.


Menjadi Indonesia, memanglah tidak semudah menyebut diri sebagai Indonesia. Konsekwensi yang dijalankan tidak jarang harus dibarter dengan kebebasan diri dan nyawa. Ratulangi menjelang pengakuan kedaulatan RI menutup usianya dengan manifesto politiknya bahwa :

Irian Jaya wajib masuk kedalam Indonesia. Hal-hal yang berkaitan dengan isu federalime dan republik janganlah menjadikan Indonesia terpecah belah. Sebab hal ini hanyalah bentuk perjuangan untuk membebaskan diri dari Belanda. Hendaklah jangan mau diadu domba. Oleh karena dalam persiapan KMB hendaklah bangsa Indonesia bersatupadu.

Demikianlah sosok Ratulangi senantiasa hidup mengobarkan api dan semangat kemerdekaan Indonesia.  Ratulangi adalah sosok yang dirindukan dan dicintai oleh rakyatnya. Sosok yang tidak pernah berhenti dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia,

Salah satu pandangan hidup Ratulangi yang terkenal sampai saat ini adalah: “Si tou timou tumou tou” yang berarti: “Manusia hidup untuk memanusiakan manusia”. Ratulangi meninggal dunia pada tanggal 30 Juni 1949, dan dimakamkan di Tondano, 

Baginya politik bukanlah alat untuk memperkaya diri sendiri, ia memulai perjuangannya dengan tiada harta, ia hidup dalam suasana kesederhanaan, ia meninggal dunia tanpa mewariskan harta kekayaan bagi keluarganya yang ditinggalkan. Satu-satunya yang ia tinggalkan hanyalah keharuman nama sebagai pahlawan nasional bagi seluruh Bangsa dan Negara Indonesia kita ini. #MACORAKETENG

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hukum Adat di Sulawesi Selatan

Warisan hukum yang tertua di Indonesia adalah hukum adat , maka di Sulawesi Selatan inipun dikenal satu sistem adat yang disebut sistem pangngaderreng atau pangngadakkang . Sistem ini mengatur mereka hampir di seluruh aspek kehidupan. Mulai dari  adat-istiadat, politik, agama, sosial dan hukum. Sistem pangngaderreng ( pangngadakkang ) ini mengakar dalam hati tiap orang karena terlahir dari proses budaya yang panjang. Olehnya dalam penerapannya masyarakat menjalankannya karena kesadaran yang hadir dalam diri mereka, bukan karena suatu kewajiban atau paksaan. Orang Bugis-Makassar menaati aturan-aturan ini dan yang melanggarnya akan mendapat hukuman. Hukuman yang diberikanpun berbagai macam, ada yang mendapatkan semacam hukuman fisik dan moral sesuai dengan tingkat pelanggaran mereka terhadap pangngaderreng. Ketaatan mereka terhadap panggaderreng dilandaskan pada siri na passé yang mereka pegang kokoh. Siri ini merupakan suatu perasaan malu yang sangat besar, yang mendorong ses

advokasi

1. Pengertian Advokasi Inggris: Advocacy = giving of public support to an idea, course of action or a belief. Definisi lama: bantuan hukum di persidangan Defenisi advokasi saat ini adalah : a. bantuan hukum b. penyuluhan hukum c. pemberdayaan hukum d. pendampingan masyarakat terhadap kebijakan public yang merugikan masyarakat Advokasi merupakan segenap aktifitas pengerahan sumber daya yang ada untuk membela, memajukan, bahkan merubah tatanan untuk mencapai tujuan yang lebih baik sesuai keadaan yang diharapkan. Advokasi dapat berupa upaya hukum formal (litigasi) maupun di luar jalur hukum formal (nonlitigasi). Menurut Mansour Faqih, Alm., dkk, advokasi adalah usaha sistematis dan terorganisir untuk mempengaruhi dan mendesakkan terjadinya perubahan dalam kebijakan publik secara bertahap-maju (incremental). Julie Stirling mendefinisikan advokasi sebagai serangkaian tindakan yang berproses atau kampanye yang terencana/terarah untuk mempengaruhi orang lain yang hasil akhirnya adalah untuk

Teori-teori kebudayaan

Teori-teori kebudayaan di Indonesia 1. Teori-teori kebudayaan di Indonesia Teori evolusi kebudayaan, terutama teori evolusi keluarga dari JJ. Bechofen, juga diterapkan terhadap aneka warna kebudayaan Indonesia oleh ahli Antropologi Belanda G.A Wilken (1847- 1891). Karangan-karangannya yang pertama sudah terbit sewaktu ia menjabat sebagai pegawai pangreh praja, yaitu mengenai sewa tanah dan mengenai adat pemberian nama di Minahasa (Wiklken 1873-1875), karangan etnoigrafi singkat dari pulau Baru(1875-a), tepi juga karangan-karangan teori tentang evolusi perkawinan dan keluarga berjudul Over de primitive Vormen van het huwelijk en de Oosprong van het Gezin (1880-1881), dalam karangannya yang terakhir ia menerangkan tingkat-tingkat evolusi bechofen mengenai promiskuitas, matriathhat, patriarkhat, dan keluarga parental yang terurai di atas, dengan banyak bahan contoh yang di ambil terutama dari Indonesia. Karangannya sesudah itu pada umumnya bersifat teori dan berpusat pada bahan-bahan etno