Langsung ke konten utama

advokasi

1. Pengertian Advokasi
Inggris: Advocacy = giving of public support to an idea, course of action or a belief.
Definisi lama: bantuan hukum di persidangan
Defenisi advokasi saat ini adalah :
a. bantuan hukum
b. penyuluhan hukum
c. pemberdayaan hukum
d. pendampingan masyarakat terhadap kebijakan public yang merugikan masyarakat
Advokasi merupakan segenap aktifitas pengerahan sumber daya yang ada untuk membela, memajukan, bahkan merubah tatanan untuk mencapai tujuan yang lebih baik sesuai keadaan yang diharapkan. Advokasi dapat berupa upaya hukum formal (litigasi) maupun di luar jalur hukum formal (nonlitigasi).
Menurut Mansour Faqih, Alm., dkk, advokasi adalah usaha sistematis dan terorganisir untuk mempengaruhi dan mendesakkan terjadinya perubahan dalam kebijakan publik secara bertahap-maju (incremental).
Julie Stirling mendefinisikan advokasi sebagai serangkaian tindakan yang berproses atau kampanye yang terencana/terarah untuk mempengaruhi orang lain yang hasil akhirnya adalah untuk merubah kebijakan publik.
Sedangkan menurut Sheila Espine-Villaluz, advokasi diartikan sebagai aksi strategis dan terpadu yang dilakukan perorangan dan kelompok untuk memasukkan suatu masalah (isu) ke dalam agenda kebijakan, mendorong para pembuat kebijakan untuk menyelesaikan masalah , dan membangun basis dukungan atas kebijakan publik yang diambil untuk menyelesaikan masalah .
2. DASAR FILOSOFIS DAN TUJUAN
Dasar filosofi advokasi adalah bahwa selalu ada saat dimana orang yang tidak mengerti hukum harus diberikan bantuan, hak-hak golongan masyarakat tertentu perlu diwujudkan dan demi terciptanya keadaan yang seyogya
Tujuan advokasi adalah menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam pemerintahan, mendukung pelaksanaan peraturan kesejahteraan social, dan menumbuhkan rasa tanggung jawab para petugas birokrasi dalam melaksanakan pengabdian pada masyarakat. Adapun tujuan utama advokasi adalah realisasi hak-hak masyarakat
3. Syarat-Syarat Advokasi
Sebelum melakukan advokasi terlebih dahulu melakukan analisis sosial (ansos) dengan menggunakan perangkat 5W+1H atau SWOT (strength, weakness, oportunity, threath) secara mendalam tentang situasi dan kondisi, keadaan semua perangkat advokasi bahkan objek maupun target advokasinya untuk menjawab kenapa kita memilih langkah – langkah dan bentuk advokasi kita.
Advokasi harus didasari pada:
a) Alasan yang Jelas
b) Perumusan masalah secara benar
c) Tuntutan yang rasional dan objektif
d) Sasaran dan metode yang tepat
Aspek-aspek itu adalah sebagai berikut:
Pertama, bahwa dalam advokasi kita harus menentukan target yang jelas. Maksudnya kita harus menentukan kebijakan publik macam apa yang akan kita ubah. Apakah itu UU, Perda atau produk hukum lainnya.
Kedua, kita juga harus menentukan prioritas mengingat tidak semua kebijakan bisa diubah dalam waktu yang cepat. Karena itu, kita harus menentukan prioritas mana dari masalah dan kebijakan yang akan diubah.
Ketiga, realistis. Artinya bahwa kita tidak mungkin dapat mengubah seluruh kebijakan public. Oleh karena itu kita harus menentukan pada sisi-sisi yang mana kebijakan itu harus dirubah. Misalnya pada bagian pelaksanaan kebijakan, pengawasan kebijakan atau yang lainnya.
Keempat, batas waktu yang jelas. Alokasi waktu yang jelas akan menuntun kita dalam melakukan tahap-tahap kegiatan advokasi, kapan dimulai dan kapan akan selesai.
Kelima, dukungan logistik. Dukungan sumber daya manusia dan dana sangat dibutuhkan dalam melakukan kegiatan advokasi.
Keenam, analisa ancaman dan peluang.
4. Strategi Advokasi
Banyak orang masih menganggap bahwa advokasi merupakan kerja-kerja pembelaan hukum (litigasi) yang dilakukan oleh pengacara dan hanya merupakan pekerjaan yang berkaitan dengan praktek beracara di pengadilan. Pandangan ini kemudian melahirkan pengertian yang sempit terhadap apa yang disebut sebagai advokasi.
Seolah-olah, advokasi merupakan urusan sekaligus monopoli dari organisasi yang berkaitan dengan ilmu dan praktek hukum semata. Pandangan semacam itu bukan selamanya keliru, tapi juga tidak sepenuhnya benar.
Mungkin pengertian advokasi menjadi sempit karena pengaruh yang cukup kuat dari padanan kata advokasi itu dalam bahasa Belanda, yakni advocaat yang tak lain memang berarti pengacara hukum atau pembela. Namun kalau kita mau mengacu pada kata advocate dalam pengertian bahasa Inggris, maka pengertian advokasi akan menjadi lebih luas.
Advokasi dalam pelaksanaannya pertama kali harus mendapat kepercayaan penuh dari masyarakat yang diadvokasi. Untuk itu diperlukan kemampuan:
a. Kemampuan berkomunikasi dan mendapatkan pengertian dari golongan sasaran
b. Kemampuan mengarahkan partisipasi dari golongan sasaran
c. Kemampuan memilih waktu yang tepat
d. Kemampuan memberikan teladan
e. Penguasaan materi dan pengetahuan
f. Kemampuan negosiasi dan alternative penyelesaian sengketa
5. Langkah – langkah Advokasi dan Kaidahnya
Langkah-langlah advokasi adalah:
a) Kenali sistem pengambilan kebijakan;
b) Kenali sistem kemasyarakatan;
c) Membentuk lingkar inti (allies);
d) Mengkonsolidasikan Kekuatan internal;
e) Memilih isu strategis;
f) Merancang sasaran dan strategi;
g) Mengolah data dan mengemas informasi;
h) Menggalang sekutu dan pendukung;
i) Mengajukan rancangan tanding;
j) Mempengaruhi pembuat kebijakan;
k) Membentuk pendapat umum;
l) Membangun Basis Gerakan;
m) Memantau dan mengevaluasi setiap langkah advokasi
Beberapa kaidah dalam melakukan kerja-kerja advokasi:
a) Jangan mau ditakut-takuti dan menakut-nakuti;
b) Mulai dengan berbaik sangka;
c) Gagaskan kemenangan – kemenangan kecil;
d) Tetap pada inti soal dan Kerjakan apa yang telah direncanakan;
e) Bersedialah bermufakat;
f) Bersikap kreatif dan tetaplah kreatif.
Tiga bentuk jaringan organisasi advokasi beserta fungsi dan peranan, namun berada pada garis koordinasi dan target yang sama :
Pertama, jaringan kerja garis depan (front lines) yakni jaringan kerja yang memiliki tugas dan fungsi untuk menjadi juru bicara organisasi, melakukan lobi, melibatkan diri dalam aksi yuridis dan legislasi serta penggalangan lingkar sekutu (aliansi). Tentunya pihak-pihak yang hendak terlibat dalam kegiatan advokasi jaringan kerja garis depan setidaknya harus memiliki teknik dan ketrampilan untuk melakukan tugas dan fungsi jaringan ini.
Kedua, jaringan kerja basis yakni jaringan kerja yang memiliki tugas dan fungsi untuk melakukan kerja-kerja pengorganisasian, membangun basis massa, pendidikan politik kader, mobilisasi aksi dan membentuk lingkar inti.
Ketiga, jaringan kerja pendukung yakni jaringan kerja yang memiliki tugas dan fungsi untuk mendukung kerja-kerja advokasi dengan cara mengupayakan dukungan logistic, dana, informasi, data dan akses.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hukum Adat di Sulawesi Selatan

Warisan hukum yang tertua di Indonesia adalah hukum adat , maka di Sulawesi Selatan inipun dikenal satu sistem adat yang disebut sistem pangngaderreng atau pangngadakkang . Sistem ini mengatur mereka hampir di seluruh aspek kehidupan. Mulai dari  adat-istiadat, politik, agama, sosial dan hukum. Sistem pangngaderreng ( pangngadakkang ) ini mengakar dalam hati tiap orang karena terlahir dari proses budaya yang panjang. Olehnya dalam penerapannya masyarakat menjalankannya karena kesadaran yang hadir dalam diri mereka, bukan karena suatu kewajiban atau paksaan. Orang Bugis-Makassar menaati aturan-aturan ini dan yang melanggarnya akan mendapat hukuman. Hukuman yang diberikanpun berbagai macam, ada yang mendapatkan semacam hukuman fisik dan moral sesuai dengan tingkat pelanggaran mereka terhadap pangngaderreng. Ketaatan mereka terhadap panggaderreng dilandaskan pada siri na passé yang mereka pegang kokoh. Siri ini merupakan suatu perasaan malu yang sangat besar, yang mendorong ses

Teori-teori kebudayaan

Teori-teori kebudayaan di Indonesia 1. Teori-teori kebudayaan di Indonesia Teori evolusi kebudayaan, terutama teori evolusi keluarga dari JJ. Bechofen, juga diterapkan terhadap aneka warna kebudayaan Indonesia oleh ahli Antropologi Belanda G.A Wilken (1847- 1891). Karangan-karangannya yang pertama sudah terbit sewaktu ia menjabat sebagai pegawai pangreh praja, yaitu mengenai sewa tanah dan mengenai adat pemberian nama di Minahasa (Wiklken 1873-1875), karangan etnoigrafi singkat dari pulau Baru(1875-a), tepi juga karangan-karangan teori tentang evolusi perkawinan dan keluarga berjudul Over de primitive Vormen van het huwelijk en de Oosprong van het Gezin (1880-1881), dalam karangannya yang terakhir ia menerangkan tingkat-tingkat evolusi bechofen mengenai promiskuitas, matriathhat, patriarkhat, dan keluarga parental yang terurai di atas, dengan banyak bahan contoh yang di ambil terutama dari Indonesia. Karangannya sesudah itu pada umumnya bersifat teori dan berpusat pada bahan-bahan etno